Sejarah Bilangan Bulat dan Bilangan Pecahan

 Sejarah Bilangan Bulat

    Tahun 1890, matematikawan Jepang bekerja pada bilangan itu dan meyebutkkan sebagai Bilangan Bulat (integers). Dalam Bahasa Latin disebut “tidak tersentuh” (untouched). Simbol bilangan bulat menggunakan huruf ‘Z’ dari Bahasa Jerman ‘Zahlen’, yang artinya bilangan.

    Nol ditemukan sebelumnya oleh bangsa Babylonia, Mayan, dan India. Matematikawan Hindu India yang pertama menyebut bilangan “nol”. Negara atau bangsa lain belum pernah menyebut “nol” sebagai suatu bilangan hingga  ditemukannya wilayah India. Sebelum nol digunakan dalam perhitungan, matematikawan menggunakan suatu ruang hitam untuk menentukan sesuatu  yang tidak ada. Bilangan negatif akhirnya diterima sebagai sistem bilangan pada abad 19. Bilangan negatif diperlukan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan yang rumit seperti persamaan kubik atau persamaan kuartik.

    Brahmagupta yang hidup sekitar tahun 630 SM di India menggunakan bilangan positif untuk menyatakan sesuatu yang dimiliki (aset), dan bilangan negatif digunakan untuk menyatakan hutang.Cina terkenal sebagai budaya pertama yang memperkenal dan menggunakan bilangan negatif. Bilangan negatif disajikan dalam batang-batang merah. Di Eropa bilangan negatif mulai digunakan pada tahun  1545. Sebelum sistem bilangan digunakan, seseorang menggunakan batu, stik, atau jari-jari untuk menghitung.

     Girolamo Cardano (1501-1576) adalah matematikawan Itali yang mendeskripsikan  bilangan negatif yang sistematis. Bilangan negatif merupakan selesaian dari persamaan kuadrat maupun kubik.

 

 Sejarah Bilangan Pecahan

    Bangsa Mesir Kuno mengenal pecahan berupa pecahan satuan (unit fraction), yaitu pecahan dengan pembilang satu. Pengecualian dengan 2/3 mereka memiliki lambang tersendiri. Sementara bangsa Babilonia lewat batu bertulis telah menunjukkan penggunaan bilangan pecahan hingga pada penarikan akar. Penulisan pecahan bangsa Babilonia telah menggunakan nilai tempat.

    Penggunaan bilangan pecahan di Yunani Kuno telah begitu akrab, bahkan mereka beranggapan semua ukuran panjang dapat dinyatakan dengan perbandingan bilangan bulat, hanya mereka belum menggunakan pelambangan seperti sekarang ini. Pelambangan dan perhitungan dengan pecahan berkembang dari India. Penulisan pecahan desimal yang mendasari pecahan desimal kita sekarang juga berasal dari India. Brahmagupta yang lahir di Sind (kini Pakistan) dalam Brahmasphutasiddhanta menjelaskan tentang penulisan dan perhitungan bilangan pecahan, hanya belum benar-benar persis seperti yang kita gunakan. Ia dan juga matematikawan India lainnya menyatakan pecahan tanpa garis mendatar yang memisahkan pembilang dan penyebut. Walaupun perhitungan pecahannya sudah berdasarkan nilai tempat (desimal) tetapi belum menggunakan penulisan desimal seperti yang kita pakai.

    Di Cina dapat kita lihat pada Jiuzhang Suanshu atau sering diterjemahkan The Nine Chapter on The Mathematical Arts (sembilan bab tentang seni matematika) juga telah menggunakan nilai tempat untuk pecahan, bahkan menggunakan ide tentang Kelipatan Persekutuan Terkecil. Penggunaan ide pecahan desimal sendiri diawali pada dinasti Shang (sekitar 1800 hingga 1100 SM).

    Ada yang menyebutkan bahwa al-Qalasadi (1412-1486) yang pertama menulis tanda garis horizontal di antara pembilang dan penyebut. Sementara Jeff Miller menyebut nama al-Hassar (abad ke-12). Sedangkan pemakaian pecahan desimal berikut cara perhitungannya yang signifikan terdapat pada karya dari al-Kasyi (k.1380-1429), Miftah al-Hisab (Kunci Perhitungan). Hal ini pertama kali diungkapkan oleh P. Luckey tahun 1948. Sebelumnya sering disebut bahwa penemu pecahan desimal adalah Simon Stevin (1548-1620), yang menulis La Disme tahun 1585, padahal Francçis Viéte (1540-1603) sendiri sebelumnya telah menulis tentang pecahan desimal. Sekarang telah banyak diakui bahwa al-Kasyi adalah penemu pecahan desimal. Walaupun demikian, dasar-dasarnya telah diperkenalkan sebelumnya terutama di perguruan yang didirikan oleh al-Karaji atau al-Karkhi (k.953-k.1019 atau 1029), khususnya al-Samawal (1125-1180). Al-Kasyi sendiri belum menggunakan tanda koma untuk pecahan desimal, tetapi menggunakan tanda berupa kata sha (sebuah huruf arab) antara bilangan bulat dan bagian pecahan desimalnya.

Sumber :

https://tatagyes.wordpress.com/2017/09/05/sejarah-bilangan-bulat/ 

https://alfanfauzi13.wordpress.com/2013/12/01/sejarah-bilangan-pecahan/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Barisan dan Deret Aritmatika